Terberkatilah mereka manusia-manusia
yang merdeka—siapa saja yang telah berani melangkah dari masa lalu,
bahwa memang tak seharusnya kita terus menangisi apa-apa yang telah
terjadi. Terberkatilah kita yang telah jauh berjalan hingga ke titik
ini—titik di mana kita hanya bicara tentang hari ini dan hari esok,
sementara hari-hari yang lalu hanya sesekali kita tengok untuk kita
tertawakan, untuk kemudian melaju lagi jauh ke depan dengan ritme yang
lebih cepat.
Kita pernah terseok, terjatuh, juga
terluka hingga
tak henti-hentinya berair mata. Kita pernah ceroboh melakukan hal yang bodoh, keliru, juga melakukan begitu banyak dosa sampai-sampai merasa tak layak lagi hidup di dunia. Tapi hidup adalah perjalanan, bukan? Dan di dalam perjalanan itu memang jalan tak selamanya mulus: ada jalan menurun dan menanjak di sana, ada kelokan-kelokan biasa hingga tajam, ada cabang-cabang jalan buntu yang menipu, ada godaan-godaan untuk melupakan arah tujuan yang membuat kita hanya menikmati saja semua yang tersedia, ada cacian-cacian yang memuakkan, ada juga rasa lelah yang dengan terampil kita dramatisasi untuk kita klaim ‘aku telah berusaha sekuat mungkin’ lantas kita duduk menyerah—kita pasrah seolah-seolah ketakberdayaan yang kita rasakan adalah anugerah Tuhan yang tak tertolak. Setiap perjalanan punya dinamika masing-masing, dan kabar paling baik dari semua kenyataan ini adalah bahwa kita tidak pernah sendiri.
tak henti-hentinya berair mata. Kita pernah ceroboh melakukan hal yang bodoh, keliru, juga melakukan begitu banyak dosa sampai-sampai merasa tak layak lagi hidup di dunia. Tapi hidup adalah perjalanan, bukan? Dan di dalam perjalanan itu memang jalan tak selamanya mulus: ada jalan menurun dan menanjak di sana, ada kelokan-kelokan biasa hingga tajam, ada cabang-cabang jalan buntu yang menipu, ada godaan-godaan untuk melupakan arah tujuan yang membuat kita hanya menikmati saja semua yang tersedia, ada cacian-cacian yang memuakkan, ada juga rasa lelah yang dengan terampil kita dramatisasi untuk kita klaim ‘aku telah berusaha sekuat mungkin’ lantas kita duduk menyerah—kita pasrah seolah-seolah ketakberdayaan yang kita rasakan adalah anugerah Tuhan yang tak tertolak. Setiap perjalanan punya dinamika masing-masing, dan kabar paling baik dari semua kenyataan ini adalah bahwa kita tidak pernah sendiri.
Meski aku tak selalu di sampingmu, bukankah Tuhan begitu dekat dan selalu ada?
Jadi bertahanlah, kawan.
Percayalah bahwa beban yang kini tengah kita tanggung ada dan hanya akan ada atas izin-Nya. Percayalah bahwa bekas-bekas luka yang
pernah tercipta akan membuat kita selalu sadar bahwa kita memang
manusia biasa, sekaligus menjadi pengingat dan pelecut semangat kita
bahwa perjuangan—apapun bentuk dan tujuannya—selalu membutuhkan
pengorbanan. Yakinlah bahwa segala bentuk ketertekanan yang kini tengah
menderamu, adalah cara Tuhan untuk membuatmu lebih kuat—memaksamu
meangoptimalkan semua potensi yang ada karena tiap kita punya benih
untuk menjadi hebat. Tiap kita punya kesempatan untuk menjadi juara.
MM-C? FEARLESS~
@inggritaya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar